
Kaum muslimin, semoga Allah meneguhkan kita di atas Islam   yang haq. Sesungguhnya salah satu penyebab utama kemunduran dan   kelemahan umat Islam pada masa sekarang ini adalah karena mereka tidak   memahami hakikat kejahiliyahan yang menimpa bangsa Arab di masa silam.   Mereka menyangka bahwasanya kaum kafir Quraisy jahiliyah adalah   orang-orang yang tidak beribadah kepada Allah sama sekali. Atau lebih   parah lagi mereka mengira bahwasanya kaum kafir Quraisy adalah   orang-orang yang tidak beriman tentang adanya Allah [?!] Duhai, tidakkah   mereka memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dan lembaran sejarah yang   tercatat rapi dalam kitab-kitab hadits ? 
Kaum Kafir  Quraisy Betul-Betul Mengenal Allah
Janganlah terkejut akan hal ini, cobalah simak firman Allah  ta’ala,
Dalil pertama, Allah ta’ala berfirman,
Dalil kedua, firman Allah ta’ala,“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus [10]: 31)
Dalil ketiga, firman Allah ta’ala,“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. az-Zukhruf : 87)
Dalil keempat, firman Allah ta’ala,“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. al-’Ankabut: 63)
Perhatikanlah! Dalam ayat-ayat di atas terlihat bahwasanya orang-orang musyrik itu mengenal Allah, mereka mengakui sifat-sifat rububiyyah-Nya yaitu Allah adalah pencipta, pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, serta penguasa alam semesta. Namun, pengakuan ini tidak mencukupi mereka untuk dikatakan muslim dan selamat. Kenapa? Karena mereka mengakui dan beriman pada sifat-sifat rububiyah Allah saja, namun mereka menyekutukan Allah dalam masalah ibadah. Oleh karena itu, Allah katakan terhadap mereka,“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. an-Naml: 62)
Ibnu Abbas mengatakan, “Di antara keimanan orang-orang musyrik: Jika dikatakan kepada mereka, ‘Siapa yang menciptakan langit, bumi, dan gunung?’ Mereka akan menjawab, ‘Allah’. Sedangkan mereka dalam keadaan berbuat syirik kepada-Nya.”“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf : 106)
‘Ikrimah mengatakan,”Jika kamu menanyakan kepada   orang-orang musyrik: siapa yang menciptakan langit dan bumi? Mereka akan   menjawab: Allah. Demikianlah keimanan mereka kepada Allah, namun  mereka  menyembah selain-Nya juga.” (Lihat Al-Mukhtashor Al-Mufid,  10-11)
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan  bahwa kaum musyrikin pada masa itu mengakui Allah subhanahuwata’ala  adalah pencipta, pemberi rezki serta pengatur urusan hamba-hamba-Nya.   Mereka meyakini di tangan Allah lah terletak kekuasaan segala urusan,   dan tidak ada seorangpun diantara kaum musyrikin itu yang mengingkari   hal ini (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat) Dan janganlah anda   terkejut apabila ternyata mereka pun termasuk ahli ibadah yang   mempersembahkan berbagai bentuk ibadah kepada Allah ta’ala.
Kafir Quraisy Rajin Beribadah
Anda tidak perlu merasa heran, karena inilah realita.  Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah menceritakan bahwasanya  kaum musyrikin yang dihadapi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah orang-orang yang rajin beribadah. Mereka juga menunaikan ibadah   haji, bersedekah dan bahkan banyak berdzikir kepada Allah. Di antara   dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang musyrik juga berhaji dan   melakukan thowaf adalah dalil berikut.
Dan telah menceritakan kepadaku Abbas bin Abdul ‘Azhim Al   Anbari telah menceritakan kepada kami An Nadlr bin Muhammad Al Yamami   telah menceritakan kepada kami Ikrimah bin Ammar telah menceritakan   kepada kami Abu Zumail dari Ibnu Abbas ia berkata; Dulu orang-orang   musyrik mengatakan; “LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA (Aku memenuhi   panggilanMu wahai Dzat yang tiada sekutu bagiMu). Maka Rasulullah   shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Celakalah kalian, cukuplah ucapan itu dan jangan diteruskan.” Tapi mereka meneruskan ucapan mereka; ILLAA SYARIIKAN HUWA LAKA TAMLIKUHU WAMAA MALAKA (kecuali sekutu bagi-Mu yang memang Kau kuasai dan ia tidak menguasai).” Mereka mengatakan ini sedang mereka berthawaf di Baitullah. (HR. Muslim no. 1185)
Mengomentari pernyataan Syaikh Muhammad At Tamimi di atas,   Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan bahwa kaum musyrikin Quraisy yang   didakwahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kaum  yang beribadah kepada Allah, akan tetapi ibadah tersebut tidak  bermanfaat bagi mereka karena ibadah yang mereka lakukan itu tercampuri  dengan syirik akbar.  Sama saja apakah sesuatu yang diibadahi  disamping Allah itu berupa  patung, orang shalih, Nabi, atau bahkan  malaikat. Dan sama saja apakah  tujuan pelakunya adalah demi mengangkat  sosok-sosok tersebut sebagai  sekutu Allah atau bukan, karena hakikat  perbuatan mereka adalah syirik.  Demikian pula apabila niatnya hanya  sekedar menjadikan sosok-sosok itu  sebagai perantara ibadah dan penambah  kedekatan diri kepada Allah.  Maka hal itu pun dihukumi syirik (lihat Syarh  Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Dua Pelajaran Berharga
Dari sepenggal kisah di atas maka ada dua buah pelajaran  berharga yang bisa dipetik.
Pertama;   pengakuan seseorang bahwa hanya Allah lah pencipta, pemberi rezki dan   pengatur segala urusan tidaklah cukup untuk membuat dirinya termasuk   dalam golongan pemeluk agama Islam. Sehingga sekedar   mengakui bahwasanya Allah adalah satu-satunya pencipta, penguasa dan   pengatur belum bisa menjamin terjaganya darah dan hartanya. Bahkan   sekedar meyakini hal itu belum bisa menyelamatkan dirinya dari siksaan   Allah.
Kedua;   apabila peribadatan kepada Allah disusupi dengan kesyirikan maka hal itu   akan menghancurkan ibadah tersebut. Oleh sebab itu ibadah tidak   dianggap sah apabila tidak dilandasi dengan tauhid/ikhlas (lihat Syarh  Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Dengan demikian sungguh keliru anggapan sebagian orang yang   mengatakan bahwasanya tauhid itu cukup dengan mengakui Allah sebagai   satu-satunya pencipta dan pemelihara alam semesta. Dan dengan modal   anggapan yang terlanjur salah ini maka merekapun bersusah payah untuk   mengajak manusia mengenali bukti-bukti alam tentang keberadaan dan   keesaan wujud-Nya dan justru mengabaikan hakikat tauhid yang sebenarnya.   Atau yang mengatakan bahwa selama orang itu masih mengucapkan syahadat   maka tidak ada sesuatupun yang bisa membatalkan keislamannya. Atau  yang  membenarkan berbagai macam praktek kesyirikan dengan dalih hal itu  dia  lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Atau yang  mengatakan  bahwa para wali yang sudah meninggal itu sekedar perantara  untuk bisa  mendekatkan diri mereka yang penuh dosa kepada Allah yang  Maha Suci.  Lihatlah kebanyakan praktek kesyirikan yang merebak di  tengah-tengah  masyarakat Islam sekarang ini, maka niscaya alasan-alasan  semacam ini  -yang rapuh serapuh sarang laba-laba- yang mereka  lontarkan demi  melapangkan jalan mereka untuk melestarikan tradisi dan  ritual-ritual  syirik.
‘Kita ‘Kan Tidak Sebodoh Kafir Quraisy’
Barangkali masih ada orang yang bersikeras mengatakan,“Jangan  samakan kami dengan  kaum kafir Qurasiy. Sebab kami ini  beragama Islam, kami cinta Islam,  kami cinta Nabi, dan kami senantiasa  meyakini Allah lah penguasa jagad  raya ini, tidak sebagaimana mereka  yang bodoh dan dungu itu!”  Allahu akbar, hendaknya kita tidak  terburu-buru menilai orang lain  bodoh dan dungu sementara kita belum  memahami keadaan mereka.  Saudaraku, cermatilah firman Allah ta’ala,
“Katakanlah; ‘Milik siapakah bumi beserta seluruh isinya, jika kalian mengetahui ?’ Maka niscaya mereka akan menjawab, ‘Milik Allah’. Katakanlah,’Lalu tidakkah kalian mengambil pelajaran ?’ Dan tanyakanlah; ‘Siapakah Rabb penguasa langit yang tujuh dan pemilik Arsy yang agung ?’ Niscaya mereka menjawab,’Semuanya adalah milik Allah’ Katakanlah,’Tidakkah kalian mau bertakwa’ Dan tanyakanlah,’Siapakah Dzat yang di tangannya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia lah yang Maha melindungi dan tidak ada yang sanggup melindungi diri dari azab-Nya, jika kalian mengetahui ?’ Maka pastilah mereka menjawab, ‘Semuanya adalah kuasa Allah’ Katakanlah,’Lantas dari jalan manakah kalian ditipu?.’” (QS. Al-Mu’minuun: 84-89)
Nah, ayat-ayat di atas demikian gamblang menceritakan   kepada kita tentang realita yang terjadi pada kaum musyrikin Quraisy   dahulu. Meyakini tauhid rububiyah tanpa disertai dengan tauhid uluhiyah   tidak ada artinya. Maka sungguh mengherankan apabila ternyata masih ada   orang-orang yang mengaku Islam, rajin shalat, rajin puasa, rajin naik   haji akan tetapi mereka justru  berdoa kepada Husain, Badawi, Abdul Qadir Al-Jailani.  Maka  sebenarnya apa yang mereka lakukan itu sama dengan perilaku kaum   musyrikin Quraisy yang berdoa kepada Laata, ‘Uzza dan Manat. Mereka pun   sama-sama meyakini bahwa sosok yang mereka minta adalah sekedar  pemberi  syafaat dan perantara menuju Allah. Dan mereka juga sama-sama  meyakini  bahwa sosok yang mereka jadikan perantara itu bukanlah  pencipta,  penguasa jagad raya dan pemeliharanya. Sungguh persis  kesyirikan hari  ini dengan masa silam. Sebagian orang mungkin  berkomentar, “Akan  tetapi mereka ini ‘kan kaum muslimin” Syaikh Shalih Al-Fauzan  menjawab,“Maka  kalau dengan perilaku seperti itu mereka masih layak  disebut muslim,  lantas mengapa orang-orang kafir Quraisy tidak kita  sebut sebagai  muslim juga ?! Orang yang berpendapat semacam itu tidak  memiliki  pemahaman ilmu tauhid dan tidak punya ilmu sedikitpun, karena   sesungguhnya dia sendiri tidak mengerti hakikat tauhid” (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
 



 
 
0 comments:
Posting Komentar